Jumat, 17 Juni 2022

BERFIKIR + BERDZIKIR

 Hidup itu adalah berpikir dan berdzikir

Segala apa yg kita lakukan harus serta merta berpikir dan berdzikir
Menurutku
Hidup ini adalah perjalanan, dalam perjalanan itu Tuhan sudah memberikan jalur kpd masing2 kita dan masing2 jalurnya berbeda2, jalur itu diartikan sebagai ujian, ujian itu berbeda2 tentunya untuk mengajak kita selalu berfikir bagaimana menghadapi ujian, jadi setiap masalah yg datang kpd kita jangan pernah kita anggap sebagai ketidak adilan Tuhan.. Jangan berpikir kok yg lain tidak susah seperti saya, kok yg lain ujiannya tidak berat seperti saya, Krn masalah yg dihadapkan kepada kita adalah cara Tuhan menguji kita agar kita berfikir dan Tuhanlah yg paling tahu kapasitas hambanya, Tuhanlah yg paling mengenal kita jadi tentunya Dia-lah pula yg paling tau seperti apa ujian yg selayaknya diberikan kpd kita...
Tuhan memberikan akal pikiran mmg untuk kita pakai berfikir sejauh mana kita menjalani hidup untuk sampai kepada Tuhan
Jadi dalam masalah itu ada banyak cara untuk mengatasinya, Tuhan memberikan pilihan kpd kita, nah disitulah akal pikiran berperan sebagai alat untuk kita memilih jalan kita masing2 dalam mengolah pikiran kita. Maka setiap cobaan yg dihadapkan kpd kita yakinlah bahwa semua itu datang dari Tuhan.. Jadi jangan langsung mengeluh, tapi hadapi dengan tenang, istighfar, berpikirlah untuk menunjukan ikhtiarmu kpd Tuhan, dan berdzikirlah sebagai bukti bahwa Tujuanmu hanyalah kepada Tuhan..
Satu lagi yg harus difahami oleh kita bahwa di dunia ini Tuhan menciptakan perbedaan, makanya knp perbedaan itu disebut fitrah. Nah dari perbedaan itu otomatis juga akan menimbulkan cara pandang yg berbeda pula, maka kita harus berusaha untuk tidak memaksakan pendapat kita dan selalu tetap mengupayakan diri agar selalu mampu menahan diri untuk tdk memaksakan pendapatnya kpd orang lain. krn cara pandang kita mmg berbeda2,.. dari perbedaan itu Tuhan mengajak kita berfikir, bagaimana seharusnya menghadapi perbedaan itu
oleh karna ada perbedaan maka jangan heran jika cara pandang kita pun berbeda2, yang terpenting tugas kita sebagai hamba adalah berikhtiar dan menghambakan diri kepada sang pencipta dan salah satunya adalah berfikir.
ini hanya sekedar pemikiran, perenungan diri.... wallahu a'lam...

Armandar 17062022

3+ Mengelola Keuangan Rumah Tangga dalam Islam, Insya Allah Bermanfaat!

 Bersikap sederhana adalah kunci mengelola keuangan rumah tangga dalam Islam


Salah satu hal yang perlu mendapat perhatian saat sudah berkeluarga adalah tentang pengelolaan keungan. Termasuk cara mengelola keuangan rumah tangga dalam Islam.

Hal ini tentunya bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, namun juga bukan hal yang tidak terpecahkan. Mengelola keuangan rumah tangga memerlukan fokus dan ketelitian, dan kecerdikan.

Masa awal pernikahan adalah masa yang paling fundamental. Semakin lama keluarga berkembang, maka akan semakin banyak pula yang dihadapi.

“Seperti kebutuhan kesehatan, pendidikan anak, dan sebagainya. Masalah mengelola keuangan rumah tangga dalam Islam tentunya dapat mempengaruhi terciptanya keluarga Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah. Hal ini dikarenakan, tidak jarang konflik dalam keluarga muncul karena permasalahan ekonomi,” kata Erma Pawitasari, M.Ed, pemerhati keluarga dan Master Pendidikan dari Boston University.

Ada beberapa hal tenang mengelola keuangan rumah tangga dalam Islam, mencakup tentang kewajiban nafkah dan batas-batasnya agar dapat diketahui bagaimana Islam memberikan aturan yang bermaslahat bagi seluruh umat, bukan hanya bagi istri, suami, atau suami-istri saja.

Hak-Hak Istri terkait Keuangan

Hak-Hak Istri terkait Keuangan

Mengelola Keuangan Rumah Tangga yang Islami -1

Foto: Orami Phot Stock

Ada beberapa hal yang menjadi hak istri terkait keuangan. Berikut ulasannya.

  • Mahar: Sebenarnya tidak ada batasan besaran mahar, namun ini suami wajib memberikan sebagai hak istri yang boleh dibayar kontan atau cicil sesuai kemampuan. Allah SWT berfirman: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya,”. (An-Nisa’ 4)
  • Nafkah. Allah SWT berfirman: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (An-Nisa’ 34). Sayyid Sabiq menjelaskan makna nafkah: mencukupi segala kebutuhan istri yang mencakup makanan, tempat tinggal, pelayanan dan obat (Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid 2, Jakarta: al-I’tishom, 2011, hlm. 340). Apabila istri bekerja, maka hasil pekerjaannya merupakan hak istri. Istri boleh membelanjakannya untuk keluarga sebagai sedekah, namun tidak boleh dipaksa.

Hak-Hak Suami terkait Keuangan

Mengelola Keuangan Rumah Tangga yang Islami -2

Foto: Orami Photo Stock

Peran suami sebagai kepala rumah tangga, juga berhak mengelola keuangan tanpa harus mempertanggungjawabkannya kepada istri. Suami berkewajiban menafkahkan sebagian harta, bukan semuanya.

Allah SWT berfirman: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka,” (An-Nisa: 34)

Di sisi lain, justru istrilah yang wajib meminta izin untuk menggunakan harta suami yang tidak/belum diberikan kepadanya. Istri boleh bersedekah dengan harta suaminya jika tahu pasti suaminya rela.

Jika tidak, hukumnya haram. Ulama fiqih sepakat, zakat tidak boleh diberikan kepada ayah, kakek, ibu, nenek, anak dan cucu.

Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda: “Kamu dan hartamu adalah miliki ayahmu.”

Dengan begitu, haram hukumnya istri melarang suami menafkahi orang tua atau adik-adiknya, sebab itu masih merupakan kewajibannya.

Berikut ini beberapa tips mengelola keuangan rumah tangga yang Islami seperti dirangkum dari Dalam Islam. Yuk simak!

1. Membuat Prioritas Keungan Keluarga

Mengelola keuangan dapat dimulai dari memahami kebutuhan keluarga. Misalnya tabungan, tagihan rumah, listrik, telepon, kesehatan, dan sebagainya.

Islam mengajarkan untuk mengelola keuangan dengan baik, karena harta dalam Islam adalah alat untuk dapat melaksanakan kehidupan yang lebih baik dan juga memberikan manfaat bagi umat.

Prioritas keuangan dalam Islam dimulai dari zakat atau sedekah, tabungan, hutang dan belanja kebutuhan rumah tangga.

Aturan zakat adalh untuk membersihkan harta sekaligus menjaga keseimbangan ekonomi. “Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup,” (QS. Maryam: 31)

2. Hemat dan Sederhana

Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat. Mereka meninggal tidak meninggalkan warisan yang banyak atau harta yang berlimpah, padahal mereka adalah para bangsawan kaya, memiliki jabatan tinggi di masyarakat namun tidak bermewah-mewah. Hidup sederhana bukan berarti miskin, tapi membatasi diri untuk tidak hidup berlebihan. Allah berfirman: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS Al A’raf : 31)

3. Mencatat dan Mengatur Cash Flow

Mencatat penghasilan dilakukan untuk memudahkan mengetahui berapa penghasilan yang diterima setiap bulannya. Pendapatan ini bisa dari gaji pokok, hasil bisnis sampingan, bonus, dan lain sebagainya.

Ini juga dipakai sebagai bahan evaluasi untuk pengelolaan keuangan selanjutnya.

4. Membuat Rencana Pengeluaran Bulanan dan Tahunan

Ini dilakukan secara rinci dan sesuai dengan kebutuhan. Untuk pengeluaran tahunan biasanya termasuk kebutuhan seperti pendidikan, kesehatan, membeli perlengkapan rumah tangga dan lain sebagainya.

Baca Juga: 5 Trik Mengatur Keuangan Rumah Tangga dengan Satu Gaji

Mengelola keuangan rumah tangga dalam Islam memiliki dalil yang akan menghasilkan kemaslahatan.

sumber => https://www.orami.co.id/magazine/mengelola-keuangan-rumah-tangga-dalam-islam

Selasa, 02 April 2019

curahan kata kata

Bebas Tertawa

Tidak perlu melarangnya tertawa sebab tertawanya mereka tentu berdasar pemahaman mereka
Jadi ketika mereka tertawa biarkan saja.. 


Tak usah merasa terhina ketika mereka menertawaimu, ikhlaskan saja ketika kita ditertawai, Krn barangkali kita mmg pantas untuk ditertawai, boleh jadi kita mmg lebay, Itu kan mmg kemungkinan yg sangat mungkin dan tentu tdk aneh.. Krn kita manusia yg secara umum memiliki sifat itu namun tingkat ke lebay-an kita tentulah berbeda2 dan bertingkat2.. dan ketika kamu ikhlas ditertawai sbnrx itu adalah cara yg baik untuk memahami dirimu dimana letak bahan tertawaan yg ada padamu
boleh jadi ketika kau tdk menerima ditertawai dan melawannya justru kau membuat dirimu semakin lebay. Mengikhlaskan bukan berarti solusi yg salah meski bisa sj salah, tergantung caramu memahami masalah.

Jangan menyesali kelebay-anmu, jangan juga menyalahkan kebodohanmu tapi merasa bersalah-lah jika kau tak mampu mengatasi dan memposisikan kebodohan itu...

Mereka yg pintar belum tentu benar dan kita yg bodoh belum tentu salah hanya takarannya saja yg membedakan itu dihadapan Tuhan Krn kepintaran bukanlah jaminan bhw dia adalah yg paling benar.

ARMANDAR

Kamis, 25 Desember 2014

Kisah Indah Menantu tentang Ibu Mertua yg menginspirasi


22 Desember 2014


Ibu Mertua dan Matematika Allah

“Waktu kecil, si Tedja itu paling  banyak maunya.  Berbeda dengan anak Ibu yang lain. “ Suara ibu mertuaku sedikit serak. Dia berdeham sebentar lalu melanjutkan bicaranya.

 “Kalau makan maunya yang enak-enak. Paling suka protes dengan menu yang biasa Ibu masak. Maunya dibuatkan masakan “bule”. Sandwich, atau apalah itu namanya. Ya mana bisalah. Ibu kan dulu harus cermat mengatur keuangan. Kalau menuruti semua keinginannya, bisa jeblok pengeluaran.” Tubuh Ibu terangguk-angguk seirama kursi goyang jati kesayangannya. Kursi itu dari Jepara, hadiah dari suamiku, Sutedja Eddy Saputra, yang dipanggil Ibu dengan sebutan kesayangan “ si Tedja”.

Duduk  dan mengobrol berdua Ibu di ruang tengah rumahnya seringkali aku lakukan kala mudik ke Palembang. Ibu paling senang menceritakan kisah-kisah masa lalunya. Masa kecil Akang, begitulah aku memanggil suamiku, adalah yang paling banyak diceritakannya.

“Dulu waktu dia masih di taman kanak-kanak, hampir setiap hari Ibu buatkan terigu goreng untuk bekal sekolahnya. Pilihan rasanya hanya dua, pake gula pasir atau pakai garam.” Ibu terkekeh, mengenang terigu goreng buatannya dengan dua rasa, versi manis dan versi gurih.

“Seringkali bekalnya tidak dimakan. Ya, tahu sendiri kan bagaimana rasa terigu goreng? Tedja protes keras. Minta dibuatkan bolu, dadar gulung, kroket atau kue lapis seperti bekal teman-temannya. Bukannya Ibu tidak bisa membuat makanan itu, selain dana yang terbatas, Ibu tidak punya waktu. Jam 5 subuh Ibu harus berangkat mengajar. Ibu bangun jam 4 dini hari, lalu masak untuk sarapan dan makan siang, mencuci piring dan bersih-bersih rumah. Mengurus rumah, suami dan 4 orang anak semua Ibu lakukan sendiri. Ibu dan Ayah tak punya cukup uang untuk menggaji pembantu. Gaji Ayah sebagai pekerja biasa hanya cukup untuk makan. Jadi Ibu harus bekerja supaya anak-anak bisa sekolah. Kalau si Tedja mulai protes lagi masalah terigu goreng itu, Ibu bilang padanya kalau Ibu  mendoakannya. Mudah-mudahan  di masa depannya dia bisa makan makanan enak apa saja yang dia mau.” Ibu mertuaku terdiam sejenak. Matanya menerawang.

Dalam hati aku mengagumi perempuan tangguh dihadapanku. Di masa lalu, sekitar tahun 1975,  hidup tidaklah mudah baginya. Jam 5 dini hari Ibu sudah berangkat menempuh jarak 60 Km. Jarak itu ditempuh selama 2 jam dengan 3 kali berganti kendaraan umum. Menjelang jam 7 barulah dia sampai di sekolah dasar tempatnya mengajar Matematika. Selesai mengajar, Ibu belanja sayuran ke pasar.  Dia  tiba kembali di rumah jam 4 sore. Hanya istirahat selama setengah jam saja, lalu pekerjaannya berlanjut. Ibu memasak untuk makan malam, mencuci pakaian, menyeterika dan kemudian menyiapkan bahan-bahan untuk mengajar besok. Begitulah kegiatannya setiap hari selama bertahun-tahun.

“Ibu terpaksa sangat ketat mengatur pengeluaran. Dewi tahu kan, gaji guru SD itu kecil?” Ibu melontarkan pertanyaan retoris seperti meminta persetujuanku.

“ Iya, Bu.”Jawabku singkat, lalu aku diam  menanti Ibu melanjutkan kisahnya.

“Rupiah demi Rupiah harus diperhitungkan hanya untuk hal-hal yang sangat penting, seperti  biaya sekolah. Itu prioritas utama. Ibu ingin anak-anak memperoleh pendidikan terbaik, sehingga kehidupannya jauh lebih baik dari Ibu dan Ayah . Cukuplah Ibu dan Ayah saja yang hidup susah. Harapan Ibu, anak-anak kelak bisa memberi kehidupan yang layak buat keluarganya.” Ibu merebahkan kepalanya di sandaran kursi goyang. Tangannya memilin-milin ujung daster yang dikenakannya.

 “Bukan Tedja namanya kalo tidak banyak keinginan. Tidak bosan-bosannya dia merayu Ibu kalau ingin dibelikan sesuatu. Tapi kebanyakan permintaanya Ibu tolak dengan tegas. Pokoknya kalau bukan untuk kepentingan sekolah, jangan harap bisa terlaksana.” Sudah bisa kubayangkan bagaimana tampang Akang bila permintaanya ditolak Ibu. Hihihi... pasti lucu sekali.

 “Hayoo... lagi ngegosip ya? Pasti Neng lagi tanya-tanya tentang Akang kan? Memang Akang ini menggemaskan, Neng. Suka bikin penasaran. Mengaku sajalah kalo Neng itu penggemar berat Akang!” Tiba-tiba Akang muncul di pintu samping, menggodaku dengan seringai lebar   di bibirnya.

“Ih apaan sih! Siapa yang ngegosip? Ini kisah nyata! Ibu cerita tentang kelakuan Akang yang antik waktu kecil. Lagian Akang tuh yang penggemar setia Neng. Neng sih biasa saja..” Balasku sambil meleletkan lidah. 

Pandanganku kembali beralih ke Ibu yang tersenyum-senyum dibuai kursi goyang.

Sebuah mobil sedan berwarna krem metalik memasuki halaman rumah, lalu diparkir masuk garasi. Ayah mertuaku turun, menutup pintu garasi dan melangkah ke dalam rumah.

“Wah, lagi ngobrol apa ini? “ Tanyanya ketika melihat kami. Babe, begitulah aku memanggil Ayah mertuaku, menyodorkan sebuah bungkusan padaku.

“Apa ini, Be? “ Aku mengambil bungkusan itu. Terasa hangat ketika kupegang.

“Pisang goreng.”Jawab Babe singkat.

Aku bergegas ke dapur, membuka bungkusan  dan meletakkan potongan-potongan pisang goreng hangat itu di sebuah piring lebar. Piring itu kubawa ke ruang tengah..

“Ini Bu, pisang gorengnya.” Kusodorkan piring lebar itu ke hadapan Ibu. Tangan Ibu  terjulur menelusuri piring, sedikit meraba, lalu Ibu meraih sebuah pisang goreng  dan mengigitnya pelan-pelan.

Hatiku getir memandang wajah Ibu. Tubuh Ibu memang sehat. Gula darah, asam urat, dan tekanan darahnya normal, tapi matanya... Sudah beberapa tahun belakangan ini Ibu tidak mampu melihat dengan baik. Tepatnya, hampir buta. Kalau diperhitungkan dengan presentasi, penglihatan Ibu hanya tinggal 5 persen saja. Dunia bagi Ibu bagaikan siluet gelap tak ubahnya gambar klisi foto zaman dulu. Syaraf-syaraf matanya mengalami gangguan. Terasa sakit bila berhadapan dengan cahaya. Makin terang cahaya makin sakit matanya. Bukannya tak pernah diobati. Sudah tak terhitung usaha menyembuhkan penyakitnya. Tapi dokter-dokter itu angkat tangan. Menyerah.

“Tedja itu paling keras kepala.” Babe menggelengkan kepalanya mengenang masa lalu.“ Dalam banyak hal dia teguh menjalankan pendiriannya, tak perduli pendapat orang. Tapi Alhamdulillah, dia masih mau menuruti kehendak Babe, meskipun dengan setengah hati. Coba bayangkan, tamat SMA dengan yakinnya si Tedja mau mendaftar kerja  jadi satpam, Wi!” Babe menatapku lekat-lekat, lalu melanjutkan bicaranya.

“Entah  di mana pikirannya waktu itu. Susah payah Ibu dan Babe berjuang kerja keras membangun masa depan yang lebih cerah untuknya, lalu dengan entengnya dia bilang mau kerja jadi satpam. Apa jadinya kalau Babe biarkan keinginannya itu. Bukan bermaksud merendahkan profesi satpam, tapi kenyataannya penghasilan satpam itu jauh lebih kecil dibandingkan penghasilan Ibu dan Babe. Bukan seperti itu masa depan yang kami harapkan buat Tedja. Babe marah besar waktu itu.” Babe sedikit terlarut dalam kenangannya. Dia menghelas nafas sebelum melanjutkan kisahnya.

 “Lalu Babe  mengurus sendiri pendaftaran Tedja untuk ikut ujian masuk perguruan tinggi negri. Babe yang mengantri ambil formulir,  mengisi data-data, memilihkan jurusan teknik mesin  serta melengkapi segala persyaratannya. Si Tedja hanya tinggal menandatangani formulir itu dan mengikuti ujian masuk. Hati Babe dan Ibu baru lega waktu Tedja dinyatakan lulus di Universitas Sriwijaya, jurusan teknik mesin sesuai harapan Babe. Untunglah dia mau membatalkan niatnya jadi satpam.”

Akang yang selonjoran di sofa tak jauh dariku cengengesan mendengar kisah hidupnya “di putar ulang”.

“Wi, coba lihat di kamar itu.” Telunjuk Ibu terarah ke sebuah kamar di sisi kanan. Ibu yang hampir tak dapat melihat sudah hafal letak-letak kamar dan barang-barang di rumahnya. Semua akan berjalan lancar bila tak ada barang yang diubah letaknya. Hanya di rumah ini Ibu merasa nyaman. Bila dia berada ditempat lain, dia akan mengalami kesulitan. Berjalan harus dituntun, kalau tidak dia bisa terjatuh atau  menabrak barang-barang.

 “Itu dulu kamar Tedja. Dinding kamar itu  penuh ditempelinya gambar macam-macam motor. Motor yang besar-besar , berbagai warna dan ukuran, entah apa merknya Ibu tidak mengerti. Ibu pernah marah karena dinding jadi kotor. Tapi Tedja berkeras, katanya dia ingin punya motor seperti yang di gambar itu. Memang dia tidak minta  dibelikan, karna dia juga pasti tahu kemampuan Ibu dan Ayah. Mengharapkan kami bisa membelikannya motor seperti itu ibarat pepatah jauh panggang dari api. Siapa sangka ternyata keinginannya memiliki motor-motor besar sekarang terwujud.” Senyum Ibu mengembang . Lalu dia  mengunyah perlahan. Pisang goreng di tangannya hampir habis.

“Tedja itu perayu paling gigih. Dia menghasut Ibu untuk membeli motor bebek. Ya, motor bebek adalah yang paling masuk akal bisa dibeli seorang guru SD seperti Ibu. Alasannya untuk dipakai kuliah. Hah, pintar sekali dia berargumentasi!” Ibu memasukkan potongan  pisang goreng terakhir ke mulutnya. Kursi goyangnya masih terangguk-angguk.

“Tuh, Neng. Ibu saja mengakui kalau Akang ini pintar. “ Serobot Akang. Tangan isengnya menarik-narik ujung jilbabku.

“Diam kenapa,sih. bawel!” Balasku sebal. Ku hadiahkan cubitan kecil di punggung tangannya hingga dia terpekik lirih, meski masih sambil cengengesan.

 Ibu kembali berkata “Menurutnya motor bebek bisa menunjang kegiatan kuliah, begitulah teori si Tedja. Lama-lama Ibu luluh juga kena rayuannya. Akhirnya Ibu beli motor bebek tahun 1990, dengan cara kredit, menyisihkan uang gaji Ibu.” .

“Hahaha... Kreditnya 5 tahun, Neng.  Karena Akang yang minta belikan motor, jadi  Akanglah yang harus melakukan tugas rutin menyetor cicilan  ke Bank BNI di Jl. Jendral Soedirman sana.  Setiap bulan selama 5 tahun Akang menyambangi bank itu, sampai kenal sama petugas teller yang menerima pembayarannya. Seorang perempuan muda, namanya Akiko.” Sambil bicara Akang mengerling nakal ke arahku.

“Aiih, jadi maksudnya apa? Mau bikin Neng cemburu? Sorry lah yaauu...” Balasku tergelak.

“Lho, jadi Neng tidak mau tahu, siapa cewek beruntung yang pertama kali dibonceng naik motor itu?” Goda Akang.

Pluk! Ku lemparkan bantal kursi dengan gemas ke arahnya.

Tawa Akang makin membahana diiringi gelak tawa Ibu dan Babe.

“Si Wati, Wi. Cewek yang beruntung itu.” Timpal Babe. Wati adalah adik iparku, adik kandung Akang.


Ibu Mertuaku
Bibirku mengerucut melihat tampang Akang yang  puas menggodaku. Diam-diam aku merasa lega. Hehe..

Kisah pun berlanjut.

“Ibu adalah manager keuangan yang hebat. Uang gajinya yang sedikit itu bisa diaturnya untuk membiayai sekolah 4 anak. Sementara uang gaji Ayah untuk makan dan biaya sehari-hari. Dia punya kiat menabung uang yang sedikit-sedikit itu  sehingga bisa membiayai sekolah sampai sarjana, bahkan untuk membangun rumah.” Ujar Babe. Mendengar pujian Babe, Ibu mertuaku tersenyum.

“Wah, uang yang sedikit bisa untuk membangun rumah sebesar ini ? Bagaimana caranya, Bu?” Rasa ingin tahu menggelitikku.

Ibu terkekeh mendengar pertanyaanku. Rumah tua milik mertuaku lumayan besar, terdiri dari 2 lantai, 5 kamar tidur, 2 kamar mandi, 2 ruang tamu, ruang komputer, ruang kerja di lantai 2, satu ruang keluarga dan dapur.

 “Uang yang sedikit itu, bila hanya disimpan tak akan bisa menghasilkan apa-apa.  Sambil berdoa memohon rezeki dari Allah SWT, Ibu upayakan setiap bulannya selalu menyisihkan uang buat tabungan. Uang tabungan itu dikumpulkan, lalu  Ibu belikan emas. Waktu itu harga emas masih relatif murah. Di Palembang, emas lebih dikenal dalam satuan suku. Biasanya bentuknya berupa emas perhiasan. Satu suku emas  beratnya setara dengan  6,7 gram. Kalau tidak salah  waktu itu satu suku emas harganya Rp. 750,-” Ibu menarik nafas. Wajahnya tampak bersemangat membagikan rahasia pengelolaan keuangan yang brilian pada aku, sang menantu.

“Harga emas merambat naik, lalu naik sangat drastis. Bayangkan saja, dari harga awalnya  Rp. 750,-per suku emas, lalu  merambat  naik hingga suatu hari mencapai Rp. 3.000,-. ! Kenaikan harga yang hebat sekali. Empat kali lipat!” Ibu berseru sambil menggelengkan kepalanya, takjub oleh peristiwa di masa lalunya .

Aku memandang wajah Ibu tak berkedip akibat tersengat rasa kagum. Hebat sekali Ibu sudah mengerti investasi emas sejak dulu. Dari mana datangnya ide menabung emas kalau bukan dari petunjuk Allah. Kerja keras, kesabaran,keteguhan dan doa tampaknya menjadi senjata Ibu menghadapi kesulitan. Dan semua telah terbayar lunas.

“Alhamdulillah. Rumah besar bisa dibangun, dan sekolah anak-anak bisa Ibu biayai sampai sarjana. Empat anak sekarang sudah memberi cucu-cucu yang sehat. Hidup mereka sudah mapan, sejahtera dan berbahagia dengan keluarga masing-masing.  Ibu tak keberatan Allah mengambil penglihatan Ibu karena penyakit syaraf mata ini. Tak apa-apa. Toh sebagian besar doa Ibu sudah dikabulkanNya. Nikmat Allah sungguh berlimpah. “ Ucap Ibu penuh rasa syukur.

Ingin rasanya aku memeluk Ibu, berterimakasih untuk semua tetes keringat, jerih payah dan perjuangan demi masa depan anak-anaknya. Kehidupan nyaman yang sekarang aku nikmati bersama Akang dan anak-anakku tentu saja merupakan buah dari ikhtiar Ibu dan Ayah mertuaku. Merekalah yang  membekali Akang dengan pendidikan sebagai modal utama memperoleh penghidupan.

Aku memandangi Ibu sambil tersenyum. Ibu adalah seorang yang sangat teguh memegang komitmen untuk menjaga skala prioritas nomor 1 untuk pendidikan anak-anaknya. Di balik sosok yang sederhana, Ibu mertuaku punya pemikiran yang sama sekali tidak sederhana. Tanpa dia sadari, dia adalah seorang perencana yang hebat. Dia mampu membuat estimasi biaya sekolah dan kuliah untuk beberapa tahun kedepan.  Dia mampu menabung dengan strategi jitu hingga nilai tabungannya tidak merosot tergerus inflasi. Siapa sangka uang yang sedikit bisa menjadi bukit? Matematika Allah sungguh berbeda dengan perhitungan manusia, bahkan perhitungan seorang guru Matematika  seperti Ibu. Allah Maha Besar!



Jumat, 12 Desember 2014

Ini yang Lebih Dikhawatirkan Rasulullah atas Umatnya daripada Dajjal

Ini yang Lebih Dikhawatirkan Rasulullah atas Umatnya daripada Dajjal

ilusrasi Dajjal © ibsudistudio
Dajjal adalah fitnah yang besar bagi manusia di akhir zaman, tidak terkecuali bagi umat Islam. Dengan kemampuan dan kekuatannya yang aneh, banyak manusia akan menjadi pengikutnya.
Dari hadits-hadits shahih yang menerangkan tentang Dajjal, disebutkan bahwa Dajjal bisa berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain secara cepat. Dajjal bisa memanggil syetan agar menyerupai orang yang telah meninggal untuk bertemu dengan anaknya agar mengakui Dajjal sebagai Tuhan. Dajjal juga bisa ‘mendatangkan’ hujan dan memerintahkan benda mati menuruti keinginannya. Banyak orang yang tertipu dengan kehebatan Dajjal. Karenanya, Rasulullah mengkhawatirkan umatnya atas fitnah Dajjal ini.
Namun, ada hal yang lebih dikhawatirkan Rasulullah atas umatnya daripada fitnah Dajjal. Apa itu? Abu Sa’id Al Khudri meriwayatkan:

خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَنَحْنُ نَتَذَاكَرُ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ فَقَالَ أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِى مِنَ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ. قَالَ قُلْنَا بَلَى. فَقَالَ الشِّرْكُ الْخَفِىُّ أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّى فَيُزَيِّنُ صَلاَتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi kami sedangkan kami masih membicarakan al Masih ad Dajjal. Maka beliau bersabda, ‘Maukah kalian aku beritahu sesuatu yang lebih aku khawatirkan atas kalian daripada al Masih ad Dajjal?’ Kami menjawab, ‘Mau, ya Rasulallah.’ Beliau bersabda, ‘Syirik khafi. Yakni seseorang mendirikan shalat, lalu dia memperindah shalatnya karena merasa ada orang yang melihat shalatnya.’” (HR. Ibnu Majah; shahih)
Inilah hal yang lebih dikhawatirkan Rasulullah menimpa umatnya daripada datangnya Dajjal. Sririk khafi. Syirik yang samar. Begitu samar bisa jadi orang tidak menyadari bahwa dirinya telah berbuat demikian. Salah satu contohnya adalah memperindah shalat karena merasa dilihat orang.
Pada surat Al Ma’un disebutkan bahwa ada orang yang menunaikan shalat tapi celaka. Yakni orang yang lalai dalam shalatnya. Diantara bentuk kelalaian itu adalah ia melalaikan Allah, tetapi justru memikirkan orang yang melihat shalatnya. Ia tidak ingat Allah, tetapi ingat betul terhadap manusia yang melihat dirinya.
Seberapapun bahaya Dajjal, ia kelihatan dan dapat diketahui tanda-tandanya secara fisik. Namun soal syirik khafi ini, ia begitu halus sehingga orang yang tengah shalat pun bisa terkena.
Seberapapun bahaya Dajjal, ia tidak bisa memasuki Makkah dan Madinah. Namun soal syirik khafi ini, ia bisa menimpa muslim mana pun termasuk yang tinggal di Makkah dan Madinah.
Mari kita berdoa semoga dilindungi Allah dari seluruh syirik, baik syirik yang terang-terangan (syirik jali) maupun syirik yang samar-samar (syirik khafi):

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun kepada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/bersamadakwah]
sumber :http://bersamadakwah.net/2014/12/ini-yang-lebih-dikhawatirkan-rasulullah-atas-umatnya-daripada-dajjal/

Senin, 01 Desember 2014

Portable Photography Studio: Perfect for Wargaming Figures

Portable Photography Studio: Perfect for Wargaming Figures

One of my better wargaming purchases in the last few years was a “HQ Portable Mini Camera Photography Lighting Studio”. Basically a small home photography studio and great for taking close ups of wargaming figures.

This particular portable photography studio doesn’t appear to be available any more but there are others that are basically identical. For example check out a very similar one from Amazon (USA, UK, and Canada).


Portable Photography Studio – Packed

As you can see the kit packs up very small – it is about 54cm a side. Included in the pack are:
  • 1 x black colour heavy textile bag
  • 1 x Portable Lighting Tent size 50x50x50cm
  • 2 x 50 watt Lights with tripod stands
  • 1 x Adjustable Weighted Camera Stand
  • 4 x coloured background sheets (blue/red/white/black)
Portable Photography Studio - Unpacked
Portable Photography Studio – Unpacked

The lighting tent and lamps are where the value is for me. The lighting tent folds out from the bag. Basically forms a white box with one open side. The tent means that the light from the lamps is diffuse rather than direct. At 50 watts the lamps are quite bright enough for the job. But they get very, very hot. You can smell them burning. Don’t touch them – it’ll hurt.

Portable Photography Studio - Lights on
Portable Photography Studio – Lights on

I’m not a fan of the camera stand. It is okay in terms of height but suffers from wobble because the arm is springy. If I adjust the camera it takes a couple of seconds for the stand to stop oscillating. I would recommend getting a gorilla stand instead. Amazon have gorilla tripods (USA, UK, and Canada). I don’t use the coloured background sheets – of any colour. Instead I use some customised scenery pieces inside the light box. I use my background photo I collected from google of Spanish countryside and a flocked base board. Then, if necessary, I add a house, hedges and trees.

Portable Photography Studio - with background
Portable Photography Studio – with background
Portable Photography Studio - Close up of Background
Portable Photography Studio – Close up of Background

Here is an example of a shot using this set up. In this case Napoleonic Portuguese Line Infantry.
Portuguese 10th Line Infantry - Column
Portuguese 10th Line Infantry – Column
Disclaimer: Some of the links contained within this page have my referral ID (e.g., Amazon), which provides me with a small commission for each sale. Thank you for your support
sumber : http://balagan.info/portable-photography-studio-perfect-for-wargaming-figures